Gambar : mbarnabas.files.wordpress.com |
Kenaikan
harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi rencananya direalisasikan mulai 1 April 2012 nanti dikhawatirkan akan
menimbulkan dampak yang serius. Untuk itu, pemerintah diharapkan
mempertimbangkan beberapa kebijakan yang nantinya bisa meredam dampak dari
kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut. Pemerintah akan menaikan harga BBM
bersubsidi yang sebelumnya Rp 4.500 menjadi Rp 6.000/liter untuk premium dan
solar.
Kenaikan
harga emas hitam di pasar internasional dipicu oleh adanya konflik antara Iran
dan negara-negara barat. Asumsi makro APBN 2012 sebesar USD 90 per barel
melonjak menjadi USD 124 per barel. Dalam asumsi makro RAPBN-P 2012 pemerintah
mengusulkan perubahan harga dari USD 90 per barel naik menjadi USD 105 per
barel.
Harga
minyak yang selangit itu tentu akan membebani APBN. Sehingga tidak ada pilihan
lain lagi selain mengurangi subsidi BBM, agar anggaran negara tidak demam. Dari
kebijakan itu diperkirakan akan bisa menghemat subsidi sekitar Rp 38 triliun.
Yang nantinya direncanakan untuk mengkompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi.
Masalah
utama dari subsidi BBM adalah pada keseimbangan demand (permintaan) dan supply (penawaran). Besarnya aspek
permintaan (meningkatnya konsumsi BBM) yang terus meningkat setiap tahunnya
tidak dibarengi dengan penawaran (produksi BBM dalam negeri). Permintaan yang
tinggi mengikuti permintaan berbagai sektor pembangunan khususnya industri dan
transportasi.
Menurut
data Badan Pusat statistik Indonesia, ditahun 2009 jumlah kendaraan (angkutan
umum, bis, truk, dan sepeda motor) berjumlah lebih dari 70 juta unit dengan
jumlah terbanyak sepeda motor (lebih dari 52 juta unit). Sedangkan pada 2011,
jumlah kendaraan mobil bertambah 900 ribu unit dan sepeda motor 850 ribu unit.
Kenaikan
subsidi inilah yang pada akhirnya memicu membengkaknya APBN untuk pemberian subsidi
BBM. Mari kita lihat data selama empat tahun terakhir mengenai seberapa besar
proporsi APBN yang tersedot ke dalam pemberian subsidi. Pada 2009 hanya Rp
45,039 triliun, meningkat Rp. 82,351 pada tahun 2010, melonjak ke Rp 129,723
triliun pada tahun 2011, dan berlanjut meroket tahun ini sebesar Rp. 137,379
triliun.
Lemahnya
ketegasan dan pengawasan pemerintah terhadap pemakaian BBM bersubsidi juga
menyumbang besarnya konsumsi. Setidaknya ada tiga hal yang harus mendapatkan
perhatian khusus dari pemerintah. Pertama, masih banyak pengguna BBM
bersubsidi dari kalangan menengah keatas. Seharusnya kalangan mampu sudah tidak
lagi menggunakan BBM bersubsidi dan beralih menggunakan BBM non subsidi seperti
jenis pertamax.
Kedua,
maraknya penyelundupan sebagai akibat dari disparitas harga yang lebar antara
BBM bersubsidi dan non subsidi serta meningkatknya penimbunan BBM bersubsidi di
berbagai daerah, baik jenis premium maupun solar. Hal ini tentu akan menghambat
distribusi dan akan menyebabkan kelangkaan BBM di daerah-daerah.
Ketiga, meningkatnya jumlah alat transportasi tidak dibarengi
dengan peningkatan infrastruktur yang memadai, khususnya jalan dan jembatan.
Hampir 70 persen diantaranya dalam kondisi yang tidak layak alias rusak.
Masalah jalan raya ini mendapat perhatian dari laporan Asian Development Bank
(ADB), Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kepadatan jalan
terendah di ASEAN, baik setiap seratus orang maupun setiap kilometer persegi.
Kondisi ini tentu berbanding 380 derajat dengan kemudahan masyarakat untuk
mendapatkan kendaraan yang mereka ingin kan dengan sistem kredit.
Penghematan dan konversi BBM
Jika
hal ini terus berlanjut, sudah pasti akan menimbulkan berbagai masalah yang
nantinya bakal lebih rumit lagi. Sehingga dengan adanya kenaikan BBM ini sudah
seharusnya pemerintah memanfaatkannya untuk mematangkan lagi berbagai kebijakan
yang bisa menyentuh pada akar permasalahan. Pertama, pemberian
subsidi BBM hendaknya perlu diberikan hanya kepada sektor-sektor yang menguasai
hajat hidup orang banyak. Diantaranya, prioritas untuk sektor angkutan barang,
kendaraan umum, transportasi air, usaha kecil menengah, dan nelayan/perikanan.
Prioritas untuk sektor pertanian, karena di Indonesia banyak masyarakat yang
menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian ini. Prioritas yang terakhir
adalah pemberian subsidi yang selektif hanya kepada industri-industri yang bisa
mencapai output produksi tertentu yang boleh menikmati subsidi BBM, sehingga
efisiensi pun bisa tercapai.
Kedua,
upaya
pemerintah dalam penghematan BBM bersubsidi melalui energi terbarukan harus
terus diupayakan. Mengingat pemerintah sudah mempunyai blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025. Targetnya 2025
konsumsi BBM turun menjadi 26,2 persen. Sementara yang 73,9 persen harus
berasal dari energi alternatif yang lain.
Sebenarnya
sudah banyak dikembangkan energi alternatif yang dikembangkan di seluruh dunia.
Menggantikan energi fosil yang perlahan mulai langka keberadaannya dengan harga
yang cenderung terus meningkat setiap tahunnya. Setidaknya ada 8 sumber energi
alternatif yang siap digunakan sebagai pengganti BBM. Seperti, Ethanol, Gas
Alam, Listrik, Hidrogen, Propana, Biodiesel, Methanol dan P-Series.
Di
Indonesia sendiri sudah banyak yang dikembangkan dan mulai akan digunakan
secara masal. Pemerintah bakal mengkonversi penggunaan BBM bersubsidi ke bahan
bakar gas (BBG) jenis compressed natural
gas (CNG) dan liquefied gas for
vehicle (LVG) atau Vi-Gas. Akan tetapi terbentur masalah infrastruktur
keberadaan SPBU gas di berbagai daerah.
Terlepas
dari kehebohan nasional antara pro dan kontra dari kenaikan harga BBM
bersubsidi, sudah saatnya bangsa ini untuk melakukan penghematan dan tidak
menghambur-hamburkan energi nasional. Sudah tidak pantas lagi masyarakat
kecanduan mengkonsumsi BBM bersubsidi. Jalan yang lebih terang menanti yakni
untuk berpindah ke energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan dengan harga
yang relatif lebih rendah dibanding energi fosil.
Daftar Pustaka :
Koran Jawa Pos.
Kamis, 15 Maret 2012.
Koran Bisnis
Indonesia. Kamis, 15 Maret 2012.
Koran Media
Indonesia. Kamis, 15 Maret 2012.
http://www.bisnis.com/articles/konversi-energi-pemerintah-siapkan-roadmap-spbu-gas-di-jawa-sumatra-1
Tiada ulasan:
Catat Ulasan