Wacana
pembahasan pemerintah untuk menaikan harga Bahan Bakar Minyak Subsidi (BBM
Subsidi) sudah mulai hangat di perbincangkan di berbagai tempat. Yang menjadi
alasan utama adalah meningkatnya harga rata-rata minyak di dunia. Harga minyak
Indonesia (ICP) Februari lalu telah mencapai USD 121,75 per barel, naik dari
angkannya di januari yang mencapai USD 115,91. Angka tersebut sangat jauh dari
asumsi makro APBN 2012, dimana ICP hanya diperkirakan sebesar USD 90 per barel.
Sebelumnya pemerintah berupaya untuk mengalihkan
konsumsi BBM bersubsidi ke non-subsidi. Mobil pelat hitam tak boleh seenaknya
menggunakan premium dan solar. Juga melakukan penghematan konsumsi BBM yang
dari tahun ke tahun yang mengalami kenaikan sebesar 6-7 persen. Konversi BBM
bersubsidi ke bahan bakar gas (BBG) jenis compressed
natural gas (CNG)
dan liquefied gas for vehicle (LGV) atau Vi-Gas.
Namun
konversi BBM ke gas tersebut ternyata menemui banyak kendala dan pemerintah pun
belum siap menjalankan konversi BBM ke gas. Hal ini diungkapkan langsung oleh Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik. “Program
konversi BBM ke BBG ribet, itu menjadi tak efesien. Apalagi konversi bukan
satu-satunya cara buat mengerem konsumsi emas hitam. Banyak opsi. Salah
satunya, adalah menaikkan harga BBM premium”(Metrotvnews.com, 19/01/2012).
Oleh
sebab itu, pemerintah harus mengajukan perubahan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN-P) 2012. Sebab, APBN 2012 tidak memperkenankan kenaikan
BBM. Dalam APBN-P 2012 direncanakan kenaikan harga BBM bersubsidi sebagai
langkah penyelamatan anggaran dan penyesuaian harga minyak dunia. Selain itu
pemerintah juga tengah menyiapkan kompensasi bagi masyarakat menengah kebawah (miskin)
untuk mengurangi dampak dari adanya kenaikan harga BBM. Beberapa opsi tersebut
seperti program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang kini dinamai program BantuanLangsung Sementara Masyarakat (BLSM). Program BLSM ini juga akan dikombinasikan
dengan perluasan program penanggulangan kemiskinan pemerintah, seperti beras
miskin (raskin) dan beasiswa miskin.
Pemerintah
telah menyerahkan dua pilihan kenaikan harga premium dan solar kepada Komisi
VII DPR untuk dibahas dan ditetapkan pilihan mana yang akan diambil sebagai
sebuah kebijakan yang tepat. Pertama, subsidi BBM dicabut dengan menaikan harga
Rp 4.500 menjadi Rp 6.000 untuk solar dan premium. Keuntungannya adalah dengan
pengurangan beban subsidi BBM lebih signifikan saat rata-rata ICP rendah,
risiko kenaikan subsidi berasal dari kenaikan harga ICP dan penambahan volume
BBM. Sedangkan kelemahannya yakni hanya signifikan jangka pendek dan saat ICP
sangat rendah, perlu penyesuaian penurunan harga BBM.
Kedua,
subsidi premium dan solar maksimum Rp 2.000 per liter. Keuntungannya adalah
pengurangan beban subsidi BBM lebih signifikan saat harga ICP tinggi, beban
subsidi akan terkendali dari gejolak harga ICP, sehingga risiko kenaikan
subsidi hanya dari penambahan volume BBM, bermanfaat jangka panjang dan memberikan
edukasi kepada masyarakat dalam menghemat konsumsi BBM. Kelemahannya, harga BBM
berubah-ubah sesuai fluktuasi ICP (bisnis.com
28/02/2012).
Kenaikan
harga BBM hampir menjadi masalah diseluruh negara. Indonesia tidak sendirian dalam upaya untuk menghapus subsidi
BBM. Tengok saja Nigeria, pada 3 Januari 2012 Nigeria dilanda aksi demonstrasi
yang melibatkan lebih daripada 10.000 orang untuk memprotes penghapusan subsidi
BBM sejak awal 2012. Penghapusan subsidi BBM itu mengakibatkan harga BBM terbang
tinggi lebih daripada dua kali harga semula 65 naira (sekitar Rp 4.050 per liter)
menjadi 150 naira (sekitar Rp8.460).
Di Indonesia, sejarah telah mencatat bahwa negara
ini sudah mengalami empat kali perubahan harga BBM bersubsidi pada 2008, yakni
Rp 4.500 pada Januari – April, Rp 6.000 pada Mei – November, Rp 5.500 pada 1–15
Desember, dan Rp 5.000 pada 16–31 Desember. Selanjutnya pada 2009, terjadi dua
kali perubahan harga BBM. Pada 1 Januari sebesar Rp 5.000 per liter, lalu pada
15 Januari sebesar Rp 4500 per liter dan harga ini tetap hingga saat ini 2012
(bisnis.com 28/02/2012).
Badan Pusat Statistik (BPS) juga sudah melakukan
simulasi kenaikan harga BBM. Dengan kenaikan sebesar Rp 500 per liter, akan
menyebabkan inflasi langsung 0,31 persen dan inflasi tidak langsung sebesar 1–2
kali dari inflasi langsung. “Jika harga BBM dinaikkan
Rp 1.500 menjadi Rp 6.000 per liter akan menyebabkan inflasi langsung sebesar
0,93 persen dan inflasi tidak langsung sekitar 1 hingga 2 kali dari inflasi
langsung. Inflasi tidak langsung itu berupa kenaikan tarif transportasi umum”
ungkap Kepala BPS, Suryamin di Jakarta, 1 Maret 2012.
Dengan adanya kenaikan harga BBM ini sudah dapat
dipastikan akan membawa efek domino terhadap kegiatan ekonomi di sektor yang
lain. Pertama, sudah terjadinya tekanan pada pasar saham dan obligasi jangka
pendek. Saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengumumkan rencana
kenaikan harga BBM pada 22 Februari 2012 lalu, mata uang rupiah langsung
melemah 1,3 persen terhadap dolar AS dan Indeks harga saham gabungan (IHSG)
juga turun 3,4 persen.
Kedua, kenaikan harga BBM sudah tidak bisa lagi
ditolak oleh pelaku industri, baik industri tekstil, manufaktur dan lain-lain.
Hal ini sangatlah berpengaruh terutama pada biaya produksi ditambah upah pekerja
yang naik secara periodik tahunan akibat barang-barang kebutuhan yang naik,
tentu perusahaan akan melakukan pengurangan jam kerja atau menurunkan volume
produksi mereka.
Ketiga, walaupun pemerintah masih dalam
pembahasan, hal ini sudah ditanggapi oleh para pelaku pasar (pedagang) sembilan
bahan pokok (sembako) dengan mulai menaikan harga bahan pokok tersebut. Seperti
pantauan beberapa media di kota Surabaya, kota Batam, kota Batu harga gula
pasir, minyak goreng curah, tepung terigu dan telur ayam rata-rata sudah mulai
merangkak naik Rp 1.000.
Permasalahan yang pokok adalah ketegasan
pemerintah. Kenaikan harga BBM memang diperlukan, dari opsi-opsi yang ada harus
cepat diambil keputusan yang paling tepat. Mobil pelat hitam harus lebih didisiplinkan
untuk tidak menggunakan BBM bersubsidi. Selain itu praktik ilegal penjualan dan
penimbunan BBM juga harus terus diberantas, sudah sekian banyak pemerintah
kecolongan. Program penghematan dan konversi BBM ke BBG lebih dikembangkan lagi
mengingat masih banyaknya sumber gas yang lebih murah di dalam negeri.
Pembangunan infrastruktur untuk menunjang roda ekonomi harus segera dikerjakan.
Referensi Bacaan :
follow balik blog ane ya gan..
BalasPadamthx..
http://musikinfo1.blogspot.com/
siip gan,,
BalasPadamsama-sama :D