Sabtu, 7 April 2012

Subsidi Membengkak Harga BBM pun Dipaksa Naik



Wacana pembahasan pemerintah untuk menaikan harga Bahan Bakar Minyak Subsidi (BBM Subsidi) sudah mulai hangat di perbincangkan di berbagai tempat. Yang menjadi alasan utama adalah meningkatnya harga rata-rata minyak di dunia. Harga minyak Indonesia (ICP) Februari lalu telah mencapai USD 121,75 per barel, naik dari angkannya di januari yang mencapai USD 115,91. Angka tersebut sangat jauh dari asumsi makro APBN 2012, dimana ICP hanya diperkirakan sebesar USD 90 per barel.

Sebelumnya pemerintah berupaya untuk mengalihkan konsumsi BBM bersubsidi ke non-subsidi. Mobil pelat hitam tak boleh seenaknya menggunakan premium dan solar. Juga melakukan penghematan konsumsi BBM yang dari tahun ke tahun yang mengalami kenaikan sebesar 6-7 persen. Konversi BBM bersubsidi ke bahan bakar gas (BBG) jenis compressed natural gas (CNG) dan liquefied gas for vehicle (LGV) atau Vi-Gas.

Namun konversi BBM ke gas tersebut ternyata menemui banyak kendala dan pemerintah pun belum siap menjalankan konversi BBM ke gas. Hal ini diungkapkan langsung oleh Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik. “Program konversi BBM ke BBG ribet, itu menjadi tak efesien. Apalagi konversi bukan satu-satunya cara buat mengerem konsumsi emas hitam. Banyak opsi. Salah satunya, adalah menaikkan harga BBM premium”(Metrotvnews.com, 19/01/2012).

Oleh sebab itu, pemerintah harus mengajukan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN-P) 2012. Sebab, APBN 2012 tidak memperkenankan kenaikan BBM. Dalam APBN-P 2012 direncanakan kenaikan harga BBM bersubsidi sebagai langkah penyelamatan anggaran dan penyesuaian harga minyak dunia. Selain itu pemerintah juga tengah menyiapkan kompensasi bagi masyarakat menengah kebawah (miskin) untuk mengurangi dampak dari adanya kenaikan harga BBM. Beberapa opsi tersebut seperti program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang kini dinamai program BantuanLangsung Sementara Masyarakat (BLSM). Program BLSM ini juga akan dikombinasikan dengan perluasan program penanggulangan kemiskinan pemerintah, seperti beras miskin (raskin) dan beasiswa miskin.

Pemerintah telah menyerahkan dua pilihan kenaikan harga premium dan solar kepada Komisi VII DPR untuk dibahas dan ditetapkan pilihan mana yang akan diambil sebagai sebuah kebijakan yang tepat. Pertama, subsidi BBM dicabut dengan menaikan harga Rp 4.500 menjadi Rp 6.000 untuk solar dan premium. Keuntungannya adalah dengan pengurangan beban subsidi BBM lebih signifikan saat rata-rata ICP rendah, risiko kenaikan subsidi berasal dari kenaikan harga ICP dan penambahan volume BBM. Sedangkan kelemahannya yakni hanya signifikan jangka pendek dan saat ICP sangat rendah, perlu penyesuaian penurunan harga BBM.

Kedua, subsidi premium dan solar maksimum Rp 2.000 per liter. Keuntungannya adalah pengurangan beban subsidi BBM lebih signifikan saat harga ICP tinggi, beban subsidi akan terkendali dari gejolak harga ICP, sehingga risiko kenaikan subsidi hanya dari penambahan volume BBM, bermanfaat jangka panjang dan memberikan edukasi kepada masyarakat dalam menghemat konsumsi BBM. Kelemahannya, harga BBM berubah-ubah sesuai fluktuasi ICP (bisnis.com 28/02/2012).

Kenaikan harga BBM hampir menjadi masalah diseluruh negara. Indonesia tidak sendirian dalam upaya untuk menghapus subsidi BBM. Tengok saja Nigeria, pada 3 Januari 2012 Nigeria dilanda aksi demonstrasi yang melibatkan lebih daripada 10.000 orang untuk memprotes penghapusan subsidi BBM sejak awal 2012. Penghapusan subsidi BBM itu mengakibatkan harga BBM terbang tinggi lebih daripada dua kali harga semula 65 naira (sekitar Rp 4.050 per liter) menjadi 150 naira (sekitar Rp8.460).

Di Indonesia, sejarah telah mencatat bahwa negara ini sudah mengalami empat kali perubahan harga BBM bersubsidi pada 2008, yakni Rp 4.500 pada Januari – April, Rp 6.000 pada Mei – November, Rp 5.500 pada 1–15 Desember, dan Rp 5.000 pada 16–31 Desember. Selanjutnya pada 2009, terjadi dua kali perubahan harga BBM. Pada 1 Januari sebesar Rp 5.000 per liter, lalu pada 15 Januari sebesar Rp 4500 per liter dan harga ini tetap hingga saat ini 2012 (bisnis.com 28/02/2012).

Badan Pusat Statistik (BPS) juga sudah melakukan simulasi kenaikan harga BBM. Dengan kenaikan sebesar Rp 500 per liter, akan menyebabkan inflasi langsung 0,31 persen dan inflasi tidak langsung sebesar 1–2 kali dari inflasi langsung. “Jika harga BBM dinaikkan Rp 1.500 menjadi Rp 6.000 per liter akan menyebabkan inflasi langsung sebesar 0,93 persen dan inflasi tidak langsung sekitar 1 hingga 2 kali dari inflasi langsung. Inflasi tidak langsung itu berupa kenaikan tarif transportasi umum” ungkap Kepala BPS, Suryamin di Jakarta, 1 Maret 2012.

Dengan adanya kenaikan harga BBM ini sudah dapat dipastikan akan membawa efek domino terhadap kegiatan ekonomi di sektor yang lain. Pertama, sudah terjadinya tekanan pada pasar saham dan obligasi jangka pendek. Saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengumumkan rencana kenaikan harga BBM pada 22 Februari 2012 lalu, mata uang rupiah langsung melemah 1,3 persen terhadap dolar AS dan Indeks harga saham gabungan (IHSG) juga turun 3,4 persen.

Kedua, kenaikan harga BBM sudah tidak bisa lagi ditolak oleh pelaku industri, baik industri tekstil, manufaktur dan lain-lain. Hal ini sangatlah berpengaruh terutama pada biaya produksi ditambah upah pekerja yang naik secara periodik tahunan akibat barang-barang kebutuhan yang naik, tentu perusahaan akan melakukan pengurangan jam kerja atau menurunkan volume produksi mereka.

Ketiga, walaupun pemerintah masih dalam pembahasan, hal ini sudah ditanggapi oleh para pelaku pasar (pedagang) sembilan bahan pokok (sembako) dengan mulai menaikan harga bahan pokok tersebut. Seperti pantauan beberapa media di kota Surabaya, kota Batam, kota Batu harga gula pasir, minyak goreng curah, tepung terigu dan telur ayam rata-rata sudah mulai merangkak naik Rp 1.000.

Permasalahan yang pokok adalah ketegasan pemerintah. Kenaikan harga BBM memang diperlukan, dari opsi-opsi yang ada harus cepat diambil keputusan yang paling tepat. Mobil pelat hitam harus lebih didisiplinkan untuk tidak menggunakan BBM bersubsidi. Selain itu praktik ilegal penjualan dan penimbunan BBM juga harus terus diberantas, sudah sekian banyak pemerintah kecolongan. Program penghematan dan konversi BBM ke BBG lebih dikembangkan lagi mengingat masih banyaknya sumber gas yang lebih murah di dalam negeri. Pembangunan infrastruktur untuk menunjang roda ekonomi harus segera dikerjakan.




Referensi Bacaan :

2 ulasan: