Khamis, 3 Mei 2012

Sudah Saatnya Swasembada Daging


Oleh : Toni Prasetyo Utomo


Swasembada Daging
Ramainya berita tentang penyakit sapi gila di Amerika Serikat (AS) membuat pemerintah menghentikan impor sejumlah hasil peternakan dari negara tersebut. Penyakt sapi gila ini diberitakan menyerang peternakan sapi perah di California, AS. Hewan berpenyakit itu ditemukan di peternakan milik Baker Commodities di Kawasan Hanford.

Sapi gila ialah penyakit mematikan akibat virus yang menyerang orak dan sumsum tulang belakang sapi. Penyakit ini bisa mengakibatkan kematian bagi manusia jika mengonsumsi daging sapi yang terpapar virus ini. Kasis ini pernah menghebohkan dunia pada 2003, 2005, dan 2006 yang mengakibatkan anjloknya pasar daging negara Paman Sam. Sehingga peternakan AS pun mengalami kerugian tahunan sebesar US$ 3,1 miliar pada tahun 2004 hingga 2007 karena tak kurang 24 negara menghentikan impor daging.

Produk hasil ternak dari AS yang dihentikan oleh pemerintah diantaranya adalam MDM (meal bone meal), jeroan, dan daging dengan tulang terhitung mulai 24 April 2012. Hal tersebut dilakukan sampai ada penjelasan penanganan dan pengendalian dari otoritas AS.

Sudah saatnya kita meningkatkan produksi daging dalam negeri dengan inovasi-inovasi seperti yang diterapkan dalam negara-negara penghasil daging, seperti AS dan Australia. Masih besarnya kebutuhan daging dalam negeri seharusnya diimbangi dengan hasil peternakan yang mencukupi ditanah air. Tetapi, memang masih banyak masalah yang harus kita selesaikan. Target pemerintah untuk mencapai swasembada daging pada 2014 benar-benar harus diusahakan bukan hanya wacana semata.

Beberapa masalah yang sering dihadapi dalam pengembangan swasembada daging ini seperti permasalahan kecukupan pasokan daging yang dihasilkan, permasalahan distribusi dari pusat produksi ke konsumen di pasar, dan permodalan untuk para pengusaha peternakan.

Kebijakan swasembada daging ini memang akan menjadi dua kutub yang saling bertentangan. Di satu sisi pemerintah dengan semangat akan menggenjot produksi jumlah daging dalam negeri dengan membatasi impor, sementara disisi lain para pengusaha pengimpor daging merasa usahanya semakin terancam.

Lihat saja kebijakan Kementrian Pertanian dan Kementrian Perdagangan pada tahun ini yang memangkas kuota impor sapi bakalan sekitar 283.000 ekor dan daging sapi 34.000 ton. Bandingkan dengan kuota impor pada tahun 2011, yakni sekitar 600.000 ekor sapi bakalan dan 90.000 ton daging sapi. Akibatnya dengan jumlah kecukupan daging nasional yang cenderung kurang ini akan menyebabkan melonjaknya harga daging dipasaran.

Saat ini harga daging dipasaran sekitar Rp 65.000 naik menjadi Rp 70.000 per kilogram. Selain karena kurangnya jumlah daging dipasaran, kenaikan harga ini juga dipengaruhi oleh wacana kenaikan harga Bahan Bakar Bersubsidi (BBM) pada 1 April lalu.

Merayu Investasi Sapi

Sudah seharusnya kita menggandeng pihak luar untuk berinvestasi di Indonesia dalam bidang peternakan sapi ini. Kita bisa merayu negara seperti Australia yang memiliki sektor peternakan yang sangat maju. Sebagai gambaran, nilai ekspor daging sapi Negeri Kanguru tersebut sepanjang 2011 mencapai US$ 4,44 miliar. Australia kini menjadi penghasil daging sapi terbesar di dunia setelah menguasai pasae Korea dan Jepang yang sebelumnya diisi oleh Brazil.

Apalagi peluang pasar peternakan di Indonesia juga besar. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tahun ini diperkirakan mencapai 6,5%. Hal itu akan ikut mendorong konsumsi daging di Indonesia saat ini sebesar 20 kilogram per orang per tahun akan terus meningkat kedepannya. Selain itu, Total perdangangan kedua negara pada 2011 mencapai US$ 10,8 miliar atau meningkat sebesar 28,96% dibandingkan tahun 2010, yakni sebesar US$ 8,3 miliar.

Dalam pertemuan antara Menko Perekonomian Hatta Rajasa dengan Menteri Perdagangan dan Daya Saing Australia Craig Emerson dan Menteri Pertanian, Perikanan, dan Kelautan Australia pada bulan lalu mengisyaratkan bahwa pemerintah Australia akan menggelontorkan dana US$ 20 juta atau sebesar Rp. 180 miliar untuk pengembangan kualitas peternakan di Indonesia.

Adanya perhatian khusus dari Australia ini harus disikapi arif oleh pemerintah dengan menyiapkan kebijakan dalam pelaksanaanya nanti. Kebijakannya harus jelas, sehingga peternak lokal juga mendapat manfaat dari kerjasama antara kedua negara ini.

Sementara itu, ada pula hal yang perlu mendapat perhatian dari kita. Beberapa waktu lalu Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan juga menyampaikan gagasan kreatifnya untuk mensukseskan swasembada daging pada 2014. Cara itu adalah dengan mengkombinasikan peternakan sapi dengan kelapa sawit.

Selama ini, begitu banyak pelepah kelapa sawit yang terbuang begitu saja. Ini disebabkan karena kelapa sawit tidak bisa dipanen kalau pelepah yang melindungi tandannya tidak dibuang. Pelepah kelapa sawit itulah yang akan dimanfaatkan untuk makanan ternak. Pelepah itu dimasukan dalam mesin untuk dihancurkan sampai lembut, selembut cacahan rumput. Lalu, dicamput bungkil dari pabrik pengolahan sawit. Ditambah lagi dengan blotong yang diambil dari buangan pabrik tersebut.

Sehingga kebutuhan makanan ternak yang mencukupi dengan harga yang murah bisa mudah didapatkan dengan kombinasi peternakan sapi dan kelapa sawit tadi. Sebetulnya masih banyak ide-ide kreatif lain yang dimiliki ahli-ahli kita di perguruan tinggi. Penelitian-penelitian tentang pengembangan peternakan ini juga harus terus dilakukan. Sehingga produktivitas pun bisa ditingkatkan kedepannya. Semoga.












DAFTAR PUSTAKA :

Koran Jawa Pos, Edisi Senin 13 Februari 2012.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan