Jumaat, 1 Jun 2012

Pidato SBY Tentang Penghematan Energi


Oleh : Toni Prasetyo Utomo


Gambar : kidsklik.com
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencanangkan pidato tentang gerakan nasional penghematan energi dan peningkatan pendapatan negara serta optimalisasi anggaran,  di Istana Negara, Jakarta, Selasa (29/05/2012) malam. Namun pidato tersebut menuai kritik dari pengusaha maupun pengamat perminyakan bahwa rencana itu tidak akan berjalan dengan baik.

Setidaknya ada lima poin penting untuk penghematan yang ditetapkan Presiden Yakni, pertama, pengendalian sistem distribusi di setiap stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Pengendalian ini dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Nantinya setiap kendaraan akan didata secara elektronik, baik data kepemilikan mau[pun fisik. Setiap kali kendaraan mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM), jumlah BBM subsidi yang dibeli akan tercatat secara otomatis dan dapat diketahui jumlah pembelian per harinya. Cara ini bertujuan menjamin konsumsi BBM, khususnya bersubsidi, dapat dikendalikan secara transparan dan akuntabel serta penggunaanya pun tepat sasaran.

Kedua, Pelarangan BBM bersubsidi untuk kendaraan pemerintah pusat, daerah, dan BUMN serta BUMD. Guna memastikan kendaraan tersebut tak menggunakan BBM bersubsidi, pemerintah akan memberi stiker khusu bagi kendaraan yang terlarang menggunakan BBM bersubsidi. Jajaran pemerintah pusat dan daerah serta BUMN dan BUMD diharuskan memberi contoh nyata upaya penghematan BBM.

Ketiga, Pelarangan BBM bersubsidi untuk kendaraan perkebunan dan pertambangan. Larangan ini juga akan bisa terpantau melalui sistem stiker.  BPH Migas akan mengawasi secara terpadu bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan Pemerintah Daerah. Pemerintah akan mengontrol secara ketat di daerah, terutama areal usaha perkebunan dan pertambangan serta Industri. Untuk memenuhi kebutuhan BBM kalangan pertambangan dan perkebunan, Pertamina akan menambah SPBU BBM non subsidi sesuai kebutuhan di lokasi-lokasi tersebut.

Keempat, Konversi BBM ke Bahan Bakar Gas untuk transportasi. Program konversi atau pengalihan penggunaan BBM ke BBG harus menjadi program utama nasional sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada BBM dan kemudian beralih ke gas, terutama sektor transportasi.  Tahun ini pemerintah akan membangun stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) baru sebanyak 33 stasiun dan sebanyak delapan stasiun yang akan direvitalisasi kembali. Cara ini baru akan dirasakan mulai 2013.

Kelima, Hemat listrik dan air di kantor pemerintah, daerah, BUMN, serta BUMD, serta penerangan jalan. Gedung milik pemerintah wajib mematikan AC setiap pukul 17.00 WIB. Sementara fasilitas lampu penerangan selambatnya harus dipadamkan pukul 19.00 WIB. Semuanya mulai diberlakukan pada Juni 2012. Pimpinan instansi dan lembaga terkait harus bertanggung jawab untuk suksesnya pelaksanaan program ini.

Pidato yang sudah tiga kali ditunda itu ternyata tidak memberikan gambaran nyata bahwa kita akan melakukan penghematan yang luar biasa. Beban subsidi BBM yang menjadi masalah pokok tidak akan menjadi lebih ringan, karena tidak ada penghematan yang dilakukan.

Sebelumnya banyak orang yang memprediksi bahwa penundaan ini akan membawa sebuah langkah besar dengan persiapan yang matang. Arah kebijakan energi berjangka panjang, yang bisa membuat bangsa ini keluar dari jeratan harga minyak yang terus melonjak tinggi.

Ternyata pidato yang disampaikan presiden hanyalah pengulangan kebijakan-kebijakan yang sudah diterapkan sebelumnya. Seperti larangan kendaraan pemerintah untuk menggunakan BBM bersubsidi serta penghematan listrik dan air di kantor-kantor pemerintahan, sudah kita ketahui dan menjadi kebijakan pemerintah.

Pendekatan teknologi bagi penghematan energi maupun pengembangan energi alternatif tidak digunakan sebagai arah kebijakan. Kita seharusnya belajar dari negara lain yang menerapkan ilmu pengetahuan untuk mengurangi ketergantungan kepada energi yang berasal dari fosil yang jumlahnya semakin terbatas.

Masalah lain adalah hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Hal ini berawal dari ketidakseriusan pemerintah untuk menyusun cetak biru dalam pengembangan energi alternatif. Misalnya ketika pemerintah menyampaikan rencana untuk mengembangkan minyak dari biji jarak. Masyarakat begitu antusias untuk menanam pohon jarak. Tetapi, ketika pohon itu tumbuh dan berbuah, tidak pernah ada pabrik yang mengolah biji jarak yang dihasilkan masyarakat itu.

Padahal setiap negara sudah sejak lama mencari energi alternatif. Negara seperti Brazil atau Amerika Serikat sudah selesai dengan pengembangan etanolnya dan tidak lagi terlalu tergantung kepada energi dari fosil. Karena mereka menyadari bahwa cepat atau lambat energi asal fosil akan habis dan tidak bisa dimanfaatkan lagi.

Sebenarnya ada kebijakan yang dipilih yakni mengonversi BBM menjadi BBG. Namun tidak jelas batasan waktu untuk mengharuskan semua transportasi umum menggunakan BBG. Tanpa ada jadwal waktu yang jelas, maka kebijakan itu akan menggantung seperti sekarang ini.

Selain kurang menggugah pentingnya kesadaran bersama, program ini dinilai tidak akan bekerja secara efektif karena kurangnya pengawasan terhadap kebijakan tersebut. Misalnya, ketika pada pukul 17.00 listrik harus dimatikan, siapa yang akan mengawasi dan menindak apabila kebijakan itu tidak dilaksanakan.

Sudah seharusnya tidak kita pandang sebagai kelemahan-kelemahan pemerintah saja, tetapi kita pandang sebagai himbauan sekaligus mengingatkan kita untuk berhemat demi kebaikan kita senduri. Apa salahnya mendukung, semampu kita melaksanakan apa yang kita bisa, tentu ini akan sangat berdampak positif kedepan. tidak ada salahnya kan.

Jangan sampai muncul pemikiran bahwa kekayaan sumber daya alam yang sebelumnya merupakan berkah berubah menjadi kutukan. Sumber daya manusia yang berkualitas harus ditingkatkan, sehingga bisa melihat kekayaan yang kita miliki. Bukan memunculkan keluhan-keluhan yang justru akan memperpanjang akar permasalahan. Yang perlu dimunculkan adalah solusi, lebih tepatnya solusi cerdas.









DAFTAR PUSTAKA

Tiada ulasan:

Catat Ulasan