Jumaat, 1 Jun 2012

Pidato SBY Tentang Penghematan Energi


Oleh : Toni Prasetyo Utomo


Gambar : kidsklik.com
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencanangkan pidato tentang gerakan nasional penghematan energi dan peningkatan pendapatan negara serta optimalisasi anggaran,  di Istana Negara, Jakarta, Selasa (29/05/2012) malam. Namun pidato tersebut menuai kritik dari pengusaha maupun pengamat perminyakan bahwa rencana itu tidak akan berjalan dengan baik.

Setidaknya ada lima poin penting untuk penghematan yang ditetapkan Presiden Yakni, pertama, pengendalian sistem distribusi di setiap stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Pengendalian ini dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Nantinya setiap kendaraan akan didata secara elektronik, baik data kepemilikan mau[pun fisik. Setiap kali kendaraan mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM), jumlah BBM subsidi yang dibeli akan tercatat secara otomatis dan dapat diketahui jumlah pembelian per harinya. Cara ini bertujuan menjamin konsumsi BBM, khususnya bersubsidi, dapat dikendalikan secara transparan dan akuntabel serta penggunaanya pun tepat sasaran.

Kedua, Pelarangan BBM bersubsidi untuk kendaraan pemerintah pusat, daerah, dan BUMN serta BUMD. Guna memastikan kendaraan tersebut tak menggunakan BBM bersubsidi, pemerintah akan memberi stiker khusu bagi kendaraan yang terlarang menggunakan BBM bersubsidi. Jajaran pemerintah pusat dan daerah serta BUMN dan BUMD diharuskan memberi contoh nyata upaya penghematan BBM.

Ketiga, Pelarangan BBM bersubsidi untuk kendaraan perkebunan dan pertambangan. Larangan ini juga akan bisa terpantau melalui sistem stiker.  BPH Migas akan mengawasi secara terpadu bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan Pemerintah Daerah. Pemerintah akan mengontrol secara ketat di daerah, terutama areal usaha perkebunan dan pertambangan serta Industri. Untuk memenuhi kebutuhan BBM kalangan pertambangan dan perkebunan, Pertamina akan menambah SPBU BBM non subsidi sesuai kebutuhan di lokasi-lokasi tersebut.

Keempat, Konversi BBM ke Bahan Bakar Gas untuk transportasi. Program konversi atau pengalihan penggunaan BBM ke BBG harus menjadi program utama nasional sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada BBM dan kemudian beralih ke gas, terutama sektor transportasi.  Tahun ini pemerintah akan membangun stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) baru sebanyak 33 stasiun dan sebanyak delapan stasiun yang akan direvitalisasi kembali. Cara ini baru akan dirasakan mulai 2013.

Kelima, Hemat listrik dan air di kantor pemerintah, daerah, BUMN, serta BUMD, serta penerangan jalan. Gedung milik pemerintah wajib mematikan AC setiap pukul 17.00 WIB. Sementara fasilitas lampu penerangan selambatnya harus dipadamkan pukul 19.00 WIB. Semuanya mulai diberlakukan pada Juni 2012. Pimpinan instansi dan lembaga terkait harus bertanggung jawab untuk suksesnya pelaksanaan program ini.

Pidato yang sudah tiga kali ditunda itu ternyata tidak memberikan gambaran nyata bahwa kita akan melakukan penghematan yang luar biasa. Beban subsidi BBM yang menjadi masalah pokok tidak akan menjadi lebih ringan, karena tidak ada penghematan yang dilakukan.

Sebelumnya banyak orang yang memprediksi bahwa penundaan ini akan membawa sebuah langkah besar dengan persiapan yang matang. Arah kebijakan energi berjangka panjang, yang bisa membuat bangsa ini keluar dari jeratan harga minyak yang terus melonjak tinggi.

Ternyata pidato yang disampaikan presiden hanyalah pengulangan kebijakan-kebijakan yang sudah diterapkan sebelumnya. Seperti larangan kendaraan pemerintah untuk menggunakan BBM bersubsidi serta penghematan listrik dan air di kantor-kantor pemerintahan, sudah kita ketahui dan menjadi kebijakan pemerintah.

Pendekatan teknologi bagi penghematan energi maupun pengembangan energi alternatif tidak digunakan sebagai arah kebijakan. Kita seharusnya belajar dari negara lain yang menerapkan ilmu pengetahuan untuk mengurangi ketergantungan kepada energi yang berasal dari fosil yang jumlahnya semakin terbatas.

Masalah lain adalah hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Hal ini berawal dari ketidakseriusan pemerintah untuk menyusun cetak biru dalam pengembangan energi alternatif. Misalnya ketika pemerintah menyampaikan rencana untuk mengembangkan minyak dari biji jarak. Masyarakat begitu antusias untuk menanam pohon jarak. Tetapi, ketika pohon itu tumbuh dan berbuah, tidak pernah ada pabrik yang mengolah biji jarak yang dihasilkan masyarakat itu.

Padahal setiap negara sudah sejak lama mencari energi alternatif. Negara seperti Brazil atau Amerika Serikat sudah selesai dengan pengembangan etanolnya dan tidak lagi terlalu tergantung kepada energi dari fosil. Karena mereka menyadari bahwa cepat atau lambat energi asal fosil akan habis dan tidak bisa dimanfaatkan lagi.

Sebenarnya ada kebijakan yang dipilih yakni mengonversi BBM menjadi BBG. Namun tidak jelas batasan waktu untuk mengharuskan semua transportasi umum menggunakan BBG. Tanpa ada jadwal waktu yang jelas, maka kebijakan itu akan menggantung seperti sekarang ini.

Selain kurang menggugah pentingnya kesadaran bersama, program ini dinilai tidak akan bekerja secara efektif karena kurangnya pengawasan terhadap kebijakan tersebut. Misalnya, ketika pada pukul 17.00 listrik harus dimatikan, siapa yang akan mengawasi dan menindak apabila kebijakan itu tidak dilaksanakan.

Sudah seharusnya tidak kita pandang sebagai kelemahan-kelemahan pemerintah saja, tetapi kita pandang sebagai himbauan sekaligus mengingatkan kita untuk berhemat demi kebaikan kita senduri. Apa salahnya mendukung, semampu kita melaksanakan apa yang kita bisa, tentu ini akan sangat berdampak positif kedepan. tidak ada salahnya kan.

Jangan sampai muncul pemikiran bahwa kekayaan sumber daya alam yang sebelumnya merupakan berkah berubah menjadi kutukan. Sumber daya manusia yang berkualitas harus ditingkatkan, sehingga bisa melihat kekayaan yang kita miliki. Bukan memunculkan keluhan-keluhan yang justru akan memperpanjang akar permasalahan. Yang perlu dimunculkan adalah solusi, lebih tepatnya solusi cerdas.









DAFTAR PUSTAKA

Jumaat, 25 Mei 2012

Genjot Produksi Jagung Untuk di Ekspor


Oleh : Toni Prasetyo Utomo


Gambar : korangorontalo.com
Jagung merupakan tanaman yang sangat familiar di sebagian besar masyarakat Indonesia. Jagung yang mempunyai nama keren Zee Mays L ini merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Penduduk beberapa daerah di Indonesia juga memanfaatkan jagung sebagai alternatif sumber pangan, misalnya daerah Madura dan Nusa Tenggara. Seiring dengan perkembangan teknologi, saat ini banyak beredar jenis jagung.

Indonesia merupakan salah satu diantara sepuluh besar negara penghasil jagung dunia dengan produksi sebesar 13 juta ton(2010) per tahun. Saat ini pasar jagung dunia dikuasai oleh dua negara yang perekonomiannya sangat kuat, yakni Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Dua negara ini mampu memenuhi kebutuhan dalam negerinya dan kemudian mengekspor sisa dari produksinya yang cukup tinggi. Negeri paman sam mengolah 79,3 juta hektar lahan untuk tanaman jagung. Sedangkan Tiongkok menanam jagung dengan luas lahan kurang lebih 74,3 juta hektar.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, sekitar 60 persen dari total 786 juta ton produksi jagung dunia dihasilkan oleh AS dan Tiongkok. Rata-rata ekspor pertahun AS mencapai 52 juta ton per tahun. Sementara itu Tiongkok mampu meningkatkan volume ekspornya mencapai 15,2 juta ton. Kedua negara ini mampu memafaatkan produksi jagung untuk perkembangan perekonomiannya. AS dan Tiongkok memanfaatkan paling tidak 6 juta ton produksi jagung mereka untuk keperluan industri pakan ternak. Sebagian besar sisanya untuk pengembangan bahan bakar nabati etanol. Tahun lalu, AS dan Tiongkok merupakan negara yang masuk dalam lima besar negara produsen terbesar etanol dunia.

Kondisi seperti diatas sangat berbanding terbalik dengan Indonesia. Meskipun produksi jagung dalam negeri mengalami kenaikan dalam beberapa tahun terakhir dan ada sedikit ekspor, tetapi kita masih melakukan impor jagung dalam waktu yang bersamaan. Data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) menyebutkan, antara tahun 2005 dan 2001 Indonesia mengimpor sedikitnya 1 juta ton per tahun. Impor jagung lebih banyak digunakan untuk kebutuhan pakan ternak.

Ada beberapa masalah yang perlu mendapat perhatian lebih dari kita. Pertama, komoditas jagung belum menjadi komoditas utama untuk dikembangkan. Sistem pola tanam jagung bergantian dengan tanaman padi. Petani akan menanam jagung apabila mereka memiliki waktu, biaya, dan tenaga yang lebih setelah mereka menanam padi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa separuh dari total areal produksi jagung 3,87 juta hektar di Pulau Jawa menggunakan pola sistem tanam bergantian ini.

Pada Tahun 2009, Jawa Timur merupakan produsen jagung terbesar di Indonesia dengan produksi mencapai 5,1 juta ton dengan luas lahan 1,2 juta hektar. Di ikuti oleh Jawa Tengah dengan produksi mencapai 2,1 juta ton dengan luas lahan 648 ribu hektar. Point penting yang perlu dicermati adalah produktivitas tanaman. Dengan lahan yang semakin berkurang maka produksi jagung kedepan akan sedikit mengalami ganjalan.

Kedua, manajemen stok jagung yang belum tertata. Kemampuan petani dalam pengadaan sarana produksi juga disertai penerapan teknologi budi daya yang masih rendah. Demikian pula dengan penanganan pasca panen. Sampai saat ini mutu jagung di tingkat petani pada umumnya kurang memenuhi persyaratan kriteria mutu jagung yang baik, karena tingginya kadar air dan banyaknya butir rusak. Ketika menyimpan jagung pipil untuk waktu lama, akan terjadi kehilangan sekitar 9,6 - 20,2 persen karena serangan tikus dan jamur. Jagung pipil berkadar air 9,6 persen yang disimpan dalam karung goni hanya tahan disimpan sampai 6 bulan dengan kerusakan 10,34 persen dan bila disimpan selama 8 bulan maka kerusakannya mencapai 34,01 persen.

Ketiga, tidak akuratnya data yang dikeluarkan oleh BPS dengan apa yang terjadi di lapangan. Pemberitaan mengenai para pengusaha yang tidak percaya pada data pangan BPS menyurut perhatian publik. Menurut BPS, produksi jagung dalam bentuk pipilan kering tahun 2011 diperkirakan sebesar 17,2 juta ton (ARAM III). Smentara itu, pada saat yang sama, para pelaku industri ternyata harus mengimpor 3,5 juta ton jagung dari luar negeri karena sulitnya memperoleh jagung produksi dalam negeri. Padahal, kebutuhan jagung untuk industri pakan ternak hanya 6 juta ton.

Lemahnya pengelolaan hingga pasca panen inilah yang berujung pada lemahnya pengembangan komoditas jagung nasional. Untuk itu pemerintah harus terus meningkatkan perannya agar produksi jagung kedepan bisa lebih maksimal. Para stake holder pertanian di daerah harus membimbing para petani sehingga mampu memproduksi jagung dengan kualitas yang diinginkan pasar.

Pabrik pakan ternak membutuhkan 6-10 juta ton jagung pipilan kering, sementara produksi jagung mencapai 17 juta ton. Kalau saja angka BPS tersebut benar, maka impor jagunng sesungguhnya tidak perlu lagi dilakukan. Masalahnya adalah bagaimana mempertemukan pihak pengusaha pakan dengan para petani melalui perjanjian yang jelas dan mengikat kedia belah pihak.

Secara garis besar kegunaan jagung dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu bahan pangan, pakan ternak dan bahan baku industri. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, jagung sudah menjadi konsumsi seharihari. Biasanya jagung dibuat dalam bentuk makanan seperti jagung, bubur jagung, jagung campuran beras, dan banyak lagi makanan tradisional yang berasal dari jagung.

Bagi sebagian besar peternak di Indonesia, jagung merupakan salah satu bahan campuran pakan ternak. Bahkan di beberapa pedesaan jagung digunakan sebagai bahan pakan utama. Biasanya, jagung dicampur bersama bahan pakan lain seperti dedak, shol’gum, hijauan, dan tepung ikan. Pakan berbahan jagung umumnya diberikan pada ternak ayam, itik, dan puyuh. Selain itu gaung juga digunakan untuk bahan baku Industri. Di pasaran, banyak beredar produk olahan jagung. Bahkan di AS sudah dimanfaatkan sebagai bahan bakar nabati etanol. Produk olahan jagung tersebut umumnya berasal dari industri skala rumah tangga hingga industri besar.

Oleh karea itu, sudah sepatutnya pertanian jagung ini lebih dikembangkan lagi sebagai salah satu komoditi ekspor Indonesia kenegara lain apabila kebutuhan nasional sudah terpenuhi. Perbaikan dibeberapa masalah tadi harus dilakukan bukan hanya oleh pemerintah saja melainkan juga para petani dan  pengusaha pakan ternak yang terjun langsung dalam kegiatan ini.








DAFTAR PUSTAKA

Koran Kompas, Edisi Jumat 25 Mei 2012.
Garutkab.go.id

Ekspor dan Inflasi Perlambat Pertumbuhan Ekonomi


Oleh : Toni Prasetyo Utomo


Gambar : Berita8.com
Awal bulan ini Badan Pusat Statistik (BPS) mempublikasikan data pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat pada triwulan pertama tahun ini. Pertumbuhan Ekonomi tercatat 6,3 persen atan lebih lambat dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu sebesar 6,5 persen.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi ini dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni adanya penurunan ekspor, dan tingginya ekspektasi inflasi. Lesunya ekspor ini karena permintaan global yang melemah. Pertumbuhan ekspor pada triwulan pertama tahun ini hanya 7,8 persen atau lebih rendah daripada tahun lalu yang masih bisa menyentuh level 12,3 persen. Menurunnya ekspor ini mertpakan dampak dari adanya krisis ekonomi Eropa dan Amerika Serikat (AS) yang belum sembuh sepenuhnya.

Selain itu ekspektasi inflasi juga turut mempengaruhi perlambatan ekonomi. Masyarakat harus membayar mahal akibat ketidakpastian kebijakan pemerintah atas penghematan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. BPS mencatat inflasi pada bulan April 2012 sebesar 0,21 persen. Adapun inflasi sepanjang Januari-April 2012 sebesar 0,21 persen, sehingga inflasi tahunan (yoy) mencapai 4,5 persen.

Seperti yang diketahui, pemerintah memang tidak terlihat tegas dalam pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan dalam bidang energi. Sebelumnya pemerintah berencana menaikan harga jual BBM bersubsidi sebesar Rp 1.500 per liter, tetapi gagal karena DPR memberikan syarat khusus agar pemerintah bisa menaikan harga BBM.

Setelah itu, pemerintah juga mewacanakan pembatasan BBM bersubsidi. Pemerintah bakal membatasi mobil plat merah dan mobil pribadi dengan kapasitas silinder mesin tertentu tidak boleh lagi mengkonsumsi premium alias harus ganti pertamax. Rencana ini pun juga masih mengambang belum ada kepastian lagi dari pemerintah.

Akibat dari ketidakpastian inilah yang pada akhirnya mendorong para pelaku pasar mencuri start untuk menaikan harga jual mereka. Walaupun kenaikan harga jual ini tidaklah besar, tetapi dalam jangka panjang harga akhirnya akan terus bergerak naik. Sehingga tak dapat ditolak kalau inflasi juga ikut merangkak naik.

Untuk mengatasi ekspektasi inflasi yang tinggi ini. Bank Indonesia akan menaikan suku bunga instrumen operasi moneter dan melanjutkan upaya penyerapan kelebihan likuiditas Rupiah untuk mengendalikan tekanan inflasi jangka pendek serta mendukung stabilisasi rupiah.

Namun kinerja pertumbuhan ekonomi tetap kuat ditopang oleh konsumsi dan investasi. Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,9 persen atau lebih tinggi daripada tahun lalu 4,5 persen. Konsumsi pemerintah tumbuh 5,9 persen, lebih tinggi daripada periode yang sama tahun lalu 3,0 persen. Lalu pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi tumbuh 9,9, lebih bagus daripada tahun lalu 7,3 persen.

Pada sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi masih ditopang oleh tiga sektor utama, yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Kedepan, kuatnya permintaan domestik diprakirakan akan tetap mendukung kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Konsumsi swasta diprakirakan akan tumbuh tinggi, didukung oleh meningkatnya penduduk berpenghasilan menengah dan relatif besarnya penghasilan yang dapat dibelanjakan (disposable income). Pertumbuhan investasi diprakirakan juga akan tinggi seiring dengan kebutuhan penambahan kapasitas produksi nasional untuk memenuhi meningkatnya permintaan. Secara keseluruhan tahun 2012, pertumbuhan ekonomi dapat mencapai kisaran 6,3-6,7%.

Untuk menghadapi situasi global yang tidak pasti, diperlukan upaya serius untuk mendongkrak angka pertumbuhan agar kinerja ekspor nasional tidak akan sampai menggerus angka pertumbuhuan ekonomi Indonesia kedepan. Maka selain konsumsi domestik, dibutuhkan investasi untuk memberikan kompensasi terhadap kinerja ekspor yang menurun.

Mentri Keuangan Agus Martowardojo mengungkapkan bahwa investasi bisa menyumbang pertumbuhan menjadi 10 persen. Dengan adanya investasi, maka secara umum ekonomi Indonesia akan terus menguat. Bahkan akan terjadi pergeseran pendorong utama perekonomian Indonesia. Kalau sebelumnya ditopang oleh konsumsi, nantinya akan disokong oleh investasi. Sehingga perlu kebijakan-kebijakan yang mendukung perbaikan iklim investasi di Indonesia.

3 cara agar pertumbuhan ekonomi pesat
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebut 3 hal yang perlu mendapat perhatin agar pertumbuhan ekonomi dapat melaju pesat. Pertama, Kepastian hukum. Selama ini kepastian hukum investasi di Indonesia yang membuat lemahnya kepercayaan bisnis di negara ini. Maraknya kasus korupsi oleh banyak pejabat membuat para investor ragu untuk menggelontorkan dananya di Indonesia baik dalam investasi riil maupun portofolio.

Kedua, bisnis yang lebih baik. Kemudahan dalam bisnis selama ini masih dipersulit oleh perizinan disana-sini, sehingga memerlukan waktu yang cukup panjang hanya untuk perizinan untuk berbisnis. Belum lagi adanya pungutan-pungutan liar yang harus dikeluarkan, yang membuat biaya semakin besar.

Ketiga, infrastruktur yang lebih maju baik infrastruktur keras maupun lunak atau kualitas SDM. Menurutnya, infrastruktur keras mencakup infrastruktur teknis seperti jalan raya, pelabuhan, dan listrik, sedangkan infrastruktur lunak mencakup infrastruktur sains, kesehatan dan lingkungan hidup, serta pendidikan, termasuk di dalamnya lingkungan yang kondusif bagi berkembangnya inovasi. Kemajuan implementasi kebijakan di sisi struktural ini akan menjadi faktor kunci terhadap proses menurunnya inflasi karena akan memperbesar kapasitas perekonomian.









DAFTAR PUSTAKA

Koran Jawa Pos, Edisi Selasa 8 Mei 2012.
Koran Kontan, Edisi Rabu 2 Mei 2012.
Koran Media Indonesia, Edisi Rabu 9 Mei 2012.
Badan Pusat Statistik (BPS). “Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I-2012”. No. 31/05/Th. XV, 7 Mei 2012.

Khamis, 3 Mei 2012

May Day, Buruh Perjuangkan Nasibnya


Oleh : Toni Prasetyo Utomo


Gambar : antarafoto.com
Hari Buruh Sedunia yang berlangsung pada 1 Mei kemarin kembali dijadikan para buruh untuk memperjuangkan nasibnya. Berbagai aspirasi ingin disampaikan oleh para buruh kepada pemerintah agar punya komitmen yang serius untuk memperbaiki nasib mereka selama ini, atas ketidakadilan yang diberikan pengusaha.

Kegiatan Mayday ini sudah lama dilakukan. Sejarah mencatat, kegiatan ini bermula dari gerakan buruh pada akhir aBad ke-19. Pada 1 Mei 1886, sejumlah serikat buruh di Amerika Serikat melakukan aksi besar-besaran menuntut jam kerja dikurangi menjadi delapan jam per hari. Demonstrasi ini berakhir rusuh dilapangan Haymarket, Chicago, 4 Mei, yang menewaskan belasan orang dan mencederai lebih dari 100 lainnya. Pada 1889, organisasi yang dibentuk kelompok sosialis di Eropa dan Amerika, memaklumkan 1 Mei sebagai Hari Buruh (Jawa Pos 02/05/2012).

Di Indonesia juga merupakan hal yang lazim dilakukan, mulai dari zaman kolonial Belanda bahkan hingga sekarang. Kecuali pada era Orde Baru (1996-1998). May Day dilarang pemerintahan Presiden Soeharto karena dianggap berbau komunis. Tapi, pasca Presiden Soeharto lengser pada 21 Mei 1998, May Day kembali menjadi hari besar lagi bagi kaum buruh, entah buruh migran maupun domestik, petani, nelayan, serta kelompok marginal di perkotaan.

Indonesia memang merupakan mempunyai pasar tenaga kerja yang luar biasa jumlahnya. Tetapi dengan besarnya jumlah tenaga kerja tersebut juga menjadi permasalahan tersendiri. Misalnya tingkat kesejahteraan kaum buruh, jaminan keamanan pekerja di luar negeri. Menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, pada tahun 2011, kecelakaan kerja yang terjadi di seluruh Indonesia mencapai 99.491 kasus dengan 1.965 korban jiwa dan hampir 30 ribu lainnya mengalami cacat tubuh.

Ribuan buruh tersebut berasal dari berbagai elemen, antara lain, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), serikat Pekerja Nasional (SPN), dan Federasi Buruh Indonesia (FBI). Ada beberapa tuntutan yang mereka ajukan kepada pemerintah. Tuntutan itu antara lain, menjalankan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat pada 1 Januari 2014 dan jaminan pensiun pada 1 Juli 2014. Mereka menuntut pemerintah untuk merevisi Permenakertrans Nomor 17/2005 tentang Komponen Kebutuhan Hidup Layak (KLH).

Selain itu, para buruh juga menuntut adanya subsidi negara melalui APBD/APBN. Selama ini tidak ada subsidi buruh, diantara penerimaan APBN Rp 1,400 triliun, 79 persen dari pajak, 27 persen dari pungutan PPh pasal 21 dari buruh. Itu artinya para buruh menyumbang Rp 200 triliun tiap tahunnya. Petani ada subsidi pupuk, nelayan mendapat subsidi silar, dan orang miskin mendapat subsidi dalam bentuk BLT (Bantuan Langsung Tunai), raskin (beras miskin), sedangkan buruh tidak mendapat apa-apa.

Permasalahan outsourching juga tidak luput disampaikan pada hari tersebut. Selama ini pekerja sering menjadi korban dari para pengusaha nakal yang menjadikannya sebagai mesin penghasil uang tanpa memperhatikan nasib dan kesejahteraan mereka. Seperti yang diungkapkan Ketua Bidang Informasi dan Hubungan Masyarakat, Asosiasi Outsourcing Indonesia, Reza Maspaitella, yang salah kaprah di Indonesia mengenai pekerja outsourching yaitu disalah gunakan untuk menekan biaya operasional dengan tidak adanya karyawan tetap. Sistem outsourching seharusnya bisa menjadi hal yang saling menguntungkan bagi pekerja dan juga perusahaan itu sendiri, tetapi pekerja lebih sering dirugikan.

Tingkat kesejahteraan buruh juga masih jauh dari harapan. Betapa tidak, dibeberapa daerah masih dibawah Upah Minimum Regional (UMR). Sehingga tak perlu heran jika beberapa bulan lalu banyak buruh di Tangerang yang mogok kerja dan turun ke jalan untuk berdemonstrasi. Dan dampak negatifnya, beberapa investor yang rencananya menanamkan modalnya di Indonesia kabur karena keadaan yang seperti ini.

Yang juga perlu menjadi perhatian pemerintah adalah minimnya jaminan keamanan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang berada diluar negeri. Begitu banyak TKI yang menjadi korban kejahatan dari majikan ditempat kerja mereka. Bahkan, ada yang dipulangkan ke kampung halaman tinggal namanya saja, sudah menjadi jenazah. Yang masih hangat dalam pemberitaan adalah meninggalnya tiga TKI yang berasal dari Lombok Timur, NTB, tewas di Malaysia. Korban yang baru tiga pekan berada di negeri jiran tersebut konon kabarnya, organ-organ penting dalam tiga jenazah itu sudah diambil dan diperjual-belikan. Namun otopsi dari Polri mementahkan dugaan itu.

Ironis memang, begitu besarnya risiko kerja mereka tidak dibarengi dengan adanya jaminan perlindungan dari pemerintah. Kedepan, harus dipastikan adanya jaminan perlindungan hukum agar tindakan kriminal dan juga hilangnya nyawa pekerja tidak terjadi lagi, ini merupakan tugas rumah bagi pemerintah khususnya Kemenkertrans, adalah menyiapkan perlindungan hukum yang bisa diandalkan para buruh kita.

Besarnya pasar tenaga kerja dalam negeri seharusnya bisa dimanfaatkan maksimal oleh pemerintah untuk mengoptimalkan kemampuan kerja mereka. Seperti lebih dimaksimalkan lagi adanya lembaga pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang selama ini ada. Sehingga kedepan, tenaga yang kita hasilkan bukan hanya pembantu rumah tangga saja, yang selama ini mendapat perlakuan semena-mena. Pekerja dilatih sesuai kemampuan yang mereka punya kemudian memberikan pekerjaan sesuai dengan keahliannya tadi.

Tidak salah memang ketika para buruh menuntut hak, namun harus diimbangi dengan hasil kerja yang sepadan. Dengan peningkatan kerja atau produksi, hak-hak akan terpenuhi dan pada ujungnya akan meningkatkan kesejahteraan pekerja. Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Emil Salim mengatakan bahwa semua pengusaha dan pekerja harus saling bekerja sama dengan baik untuk menghasilkan barang dan jasa per orang yang lebih tinggi dari Republik Rakyat Tiongkok/ China, India, dan Korea. Dengan demikian daya saing kita kepada negara lain juga ikut menguat.













DAFTAR PUSTAKA :

Koran Jawa Pos, Edisi Senin 1 Mei 2012.
Koran Jawa Pos, Edisi Senin 2 Mei 2012.

Sudah Saatnya Swasembada Daging


Oleh : Toni Prasetyo Utomo


Swasembada Daging
Ramainya berita tentang penyakit sapi gila di Amerika Serikat (AS) membuat pemerintah menghentikan impor sejumlah hasil peternakan dari negara tersebut. Penyakt sapi gila ini diberitakan menyerang peternakan sapi perah di California, AS. Hewan berpenyakit itu ditemukan di peternakan milik Baker Commodities di Kawasan Hanford.

Sapi gila ialah penyakit mematikan akibat virus yang menyerang orak dan sumsum tulang belakang sapi. Penyakit ini bisa mengakibatkan kematian bagi manusia jika mengonsumsi daging sapi yang terpapar virus ini. Kasis ini pernah menghebohkan dunia pada 2003, 2005, dan 2006 yang mengakibatkan anjloknya pasar daging negara Paman Sam. Sehingga peternakan AS pun mengalami kerugian tahunan sebesar US$ 3,1 miliar pada tahun 2004 hingga 2007 karena tak kurang 24 negara menghentikan impor daging.

Produk hasil ternak dari AS yang dihentikan oleh pemerintah diantaranya adalam MDM (meal bone meal), jeroan, dan daging dengan tulang terhitung mulai 24 April 2012. Hal tersebut dilakukan sampai ada penjelasan penanganan dan pengendalian dari otoritas AS.

Sudah saatnya kita meningkatkan produksi daging dalam negeri dengan inovasi-inovasi seperti yang diterapkan dalam negara-negara penghasil daging, seperti AS dan Australia. Masih besarnya kebutuhan daging dalam negeri seharusnya diimbangi dengan hasil peternakan yang mencukupi ditanah air. Tetapi, memang masih banyak masalah yang harus kita selesaikan. Target pemerintah untuk mencapai swasembada daging pada 2014 benar-benar harus diusahakan bukan hanya wacana semata.

Beberapa masalah yang sering dihadapi dalam pengembangan swasembada daging ini seperti permasalahan kecukupan pasokan daging yang dihasilkan, permasalahan distribusi dari pusat produksi ke konsumen di pasar, dan permodalan untuk para pengusaha peternakan.

Kebijakan swasembada daging ini memang akan menjadi dua kutub yang saling bertentangan. Di satu sisi pemerintah dengan semangat akan menggenjot produksi jumlah daging dalam negeri dengan membatasi impor, sementara disisi lain para pengusaha pengimpor daging merasa usahanya semakin terancam.

Lihat saja kebijakan Kementrian Pertanian dan Kementrian Perdagangan pada tahun ini yang memangkas kuota impor sapi bakalan sekitar 283.000 ekor dan daging sapi 34.000 ton. Bandingkan dengan kuota impor pada tahun 2011, yakni sekitar 600.000 ekor sapi bakalan dan 90.000 ton daging sapi. Akibatnya dengan jumlah kecukupan daging nasional yang cenderung kurang ini akan menyebabkan melonjaknya harga daging dipasaran.

Saat ini harga daging dipasaran sekitar Rp 65.000 naik menjadi Rp 70.000 per kilogram. Selain karena kurangnya jumlah daging dipasaran, kenaikan harga ini juga dipengaruhi oleh wacana kenaikan harga Bahan Bakar Bersubsidi (BBM) pada 1 April lalu.

Merayu Investasi Sapi

Sudah seharusnya kita menggandeng pihak luar untuk berinvestasi di Indonesia dalam bidang peternakan sapi ini. Kita bisa merayu negara seperti Australia yang memiliki sektor peternakan yang sangat maju. Sebagai gambaran, nilai ekspor daging sapi Negeri Kanguru tersebut sepanjang 2011 mencapai US$ 4,44 miliar. Australia kini menjadi penghasil daging sapi terbesar di dunia setelah menguasai pasae Korea dan Jepang yang sebelumnya diisi oleh Brazil.

Apalagi peluang pasar peternakan di Indonesia juga besar. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tahun ini diperkirakan mencapai 6,5%. Hal itu akan ikut mendorong konsumsi daging di Indonesia saat ini sebesar 20 kilogram per orang per tahun akan terus meningkat kedepannya. Selain itu, Total perdangangan kedua negara pada 2011 mencapai US$ 10,8 miliar atau meningkat sebesar 28,96% dibandingkan tahun 2010, yakni sebesar US$ 8,3 miliar.

Dalam pertemuan antara Menko Perekonomian Hatta Rajasa dengan Menteri Perdagangan dan Daya Saing Australia Craig Emerson dan Menteri Pertanian, Perikanan, dan Kelautan Australia pada bulan lalu mengisyaratkan bahwa pemerintah Australia akan menggelontorkan dana US$ 20 juta atau sebesar Rp. 180 miliar untuk pengembangan kualitas peternakan di Indonesia.

Adanya perhatian khusus dari Australia ini harus disikapi arif oleh pemerintah dengan menyiapkan kebijakan dalam pelaksanaanya nanti. Kebijakannya harus jelas, sehingga peternak lokal juga mendapat manfaat dari kerjasama antara kedua negara ini.

Sementara itu, ada pula hal yang perlu mendapat perhatian dari kita. Beberapa waktu lalu Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan juga menyampaikan gagasan kreatifnya untuk mensukseskan swasembada daging pada 2014. Cara itu adalah dengan mengkombinasikan peternakan sapi dengan kelapa sawit.

Selama ini, begitu banyak pelepah kelapa sawit yang terbuang begitu saja. Ini disebabkan karena kelapa sawit tidak bisa dipanen kalau pelepah yang melindungi tandannya tidak dibuang. Pelepah kelapa sawit itulah yang akan dimanfaatkan untuk makanan ternak. Pelepah itu dimasukan dalam mesin untuk dihancurkan sampai lembut, selembut cacahan rumput. Lalu, dicamput bungkil dari pabrik pengolahan sawit. Ditambah lagi dengan blotong yang diambil dari buangan pabrik tersebut.

Sehingga kebutuhan makanan ternak yang mencukupi dengan harga yang murah bisa mudah didapatkan dengan kombinasi peternakan sapi dan kelapa sawit tadi. Sebetulnya masih banyak ide-ide kreatif lain yang dimiliki ahli-ahli kita di perguruan tinggi. Penelitian-penelitian tentang pengembangan peternakan ini juga harus terus dilakukan. Sehingga produktivitas pun bisa ditingkatkan kedepannya. Semoga.












DAFTAR PUSTAKA :

Koran Jawa Pos, Edisi Senin 13 Februari 2012.

Jumaat, 27 April 2012

Pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi


Oleh : Toni Prasetyo  Utomo


Gambar : centraldemokrasi.com
Beberapa bulan kedepan pemerintah akan mencanangkan penghematan Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi. Hal ini dilakukan karena semakin tidak terbendungnya penggunaan BBM subsidi akhir-akhir ini. Kenaikan harga minyak dunia tidak diikuti dengan adanya penghematan dari masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah memulai penghematan dari mobil dinas pemerintah.

Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan bahwa penghematan BBM bersubsidi harus dilakukan untuk menjada agar kupta volume pada kisaran 40 juta kiloloter. Didalam APBN-P 2012 pemerintah mematok BBM sebesar 40 juta kiloliter dengan anggaran Rp 137 triliun. Apabila tidak melakukan kebijakan penghematan atau tidak menaikan harga BBM bersubsidi maka anggaran untuk subsidi energi akan meningkat hingga Rp 300 triliun. Seperti yang terjadi pada tahun 2001 lalu, realisasi subsidi BBM telah mencapai Rp 165,2 triliun, melampaui target sebesar 129,7 triliun. Itu terjadi karena penggunaan BBM subsidi yang melebihi kuota, dari 40,4 juta kiloliter menjadi 41,8 juta kiloliter.

Pembatasan akan diberlakukan terhadap seluruh kendaraan instansi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, termasuk BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Untuk tahap awal kebijakan ini akan dijalankan khusus untuk wilayah Jawa dan Bali. Perlu diketahui, saat ini sudah ada lebih dari 10.000 unit kendaraan milik instansi pemerintah di Jawa dan Bali.

Sedangkan untuk mobil pribadi, pemerintah akan memberikan tenggang waktu hingga 60 hari, yang artinya kebijakan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi akan mulai berlaku 1 Juli 2012. Untuk mobil pribadi rencananya pemerintah akan membatasi penggunaan BBM berdasarkan kapasitas silinder mesing (cylinder capacity/cc). Salah satu opsi yang akan diambil pemerintah ialah pengaturan batasan besaran mesin kendaraan diatas 1.300 cc.

Pemerintah menilai pembatasan melalui ukuran silinder mesin ini lebih cepat implimentasinya dibandingkan dengan menggunakan teknologi alat deteksi BBM (radio frequency identification/RFID). Implementasi teknologi tersebut membutuhkan waktu persiapan kurang lebih selama 6 bulan, yakni 3 bulan untuk pengadaan alat dan 3 bulan untuk uji cona. Sedangkan pembatasan BBM berdasarkan kapasitas silinder mesin lebih cepat yakni hanya butuh 2 bulan saja.

Memang tak sedikit dana yang akan dikucurkan untuk mempersiapkan dan menyosialisasikan pengawasan selama 60 hari. Menurut Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) dana yang dibutuhkan yaitu sebesar Rp 400 miliar, yang berasal dari dana program diversifikasi BBM ke bahan bakar gas yang dialokasikan sebesar Rp 964 miliar.

Sebelumnya juga ada beberapa gagasan untuk kegiatan pembatasan BBM bersubsidi ini. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Widjajono Partowidagdo, menggulirkan gagasan agar PT Pertamina memproduksi premix dengan angka oktan 90. Premix adalah produk BBM yang merupakan pencampuran premium dengan angka oktan 88 dan pertamax yang angka oktannya 90.

Namun, gagasan tersebut dinilai banyak pihak harus perlu dikaji ulang karena usulan kebijakan menyangkut pencampuran premium dan pertamax tentu harus ada payung hukumnya terlebih dahulu, yaitu Undang Undang APBN-P 2012. Selain itu, pembatasan antara kedua bahan bakar tersebut tidak hanya sekadar mencapur begitu saja, harus ada pertimbangan teknis yakni memerlukan konfigurasi kilang. Kemudian, karena harga premix diperkirakan sebesar Rp 7.250 per liter yang juga masih harga subsidi, maka hal ini akan memerlukan persetujuan dari DPR (Dewan Perwakilan Rakyat).

Yang perlu menjadi pertimbangan adalah jika juli mendatang pemerintah benar-benar melakukan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi bagi kendaraan 1.300 cc keatas. Dikhawatirkan setelah adanya kebijakan tersebut masyarakat golongan menengah-keatas justru berlomba-lomba membeli mobil dengan cc yang lebih kecil. Yang pada akhirnya tidak ada hasil yang efektif dari kebijakan pembatasan tersebut.

Disisi lain, Bank Indonesia (BI) juga mewaspadai risiko dampak meningkatnya tekanan inflasi secara temporer dari kemungkinan adanya kebijakan yang diambil pemerintah terkait harga BBM. Jika pemerintah mengambil kebijakan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi untuk mobil pribadi di wilayah Jawa dan Bali dengan cc mesin tertentu, BI memperkirakan dampak inflasi tidak akan terlalu besar.

Dewan Gubernur BI meyakini dampak inflasi dari kebijakan harga BBM yang akan diambil pemerintah akan bersifat temporer dan tekanan inflasi fundamental dari inflasi  tetap terkendali. Setelah dampak temporer usai, maka akan kembali kepada tren fundamental. Sehingga pada 2013 nanti nilainya akan tetap dengan pertimbangan inflasi inti masih terkendali dan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dibawah dari potential output.

Selain itu BI memprediksi jika pemerintah tidak melakukan kebijakan penyesuaian harga BBM, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2012 masih di kisaran 6,3 hingga 6,7 persen dengan poin pada 6,4 persen dengan inflasi akhir tahun 4,4 persen. Sedangkan jika pemerintah memilih menaikan harga BBM kemungkinan inflasi adalah 4,4 persen ditambah 2,2 persen menjadi 6,6 persen. Untuk 2013 BI yakin ekonomi makro Indonesia akan kembali kepada tren jangka menengah dimana pertumbuhan ekonomi pada kisaran 6,4 hingga 8 persen dengan arah pada sekitar 6,7 persen.

Untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam pembatasan BBM bersubsidi ini diperlukan adanya pengawasan yang ketat dari pemerintah maupun masyarakat. Terutama di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak (SPBU). Proyek percontohan yang melarang penggunaan BBM bersubsidi bagi kendaraan plat merah pada bulan depan harus dilakukan dengan baik. Sosialisasi pada masyarakat juga penting, sehingga pada penerapan kebijakan 2 bulan yang akan datang yakni pada bulan juli, semua pihak sudah mengetahui dan bisa menerapkannya. Namun apabila ada mobil dengan 1.300 cc lebih yang masih nakal memakai BBM bersubsidi hendaknya harus segera diingatkan. Karena itu melanggar kebijakan yang ditetapkan pemerintah dalam rangka pembatasan BBM bersubsidi.










DAFTAR PUSTAKA :
Koran Bisnis Indonesia, edisi Selasa, 17 April 2012.
Wijayanto, Nanang. “Mobil Dinas Dilarang Pakai Premium,” Seputar Indonesia, 17 April 2012, halaman 16.
Timothy, Andreas. “Pembatasan BBM Diundur 60 Hari,” Media Indonesia, 17 April 2012, halaman 2.