Jumaat, 13 April 2012

Lambannya Perkembangan Infrastruktur Indonesia


Toni Prasetyo Utomo

Gambar  : hpjijakarta.com
Jika melihat pertumbuhan ekonomi saat ini yang mencapai 6,5 persen pada 2011, sudah seharusnya didukung oleh infrastruktur yang baik guna mempercepatan penyebaran ekonomi yang merata diseluruh Indonesia. Memang infrastruktur sudah lama menjadi salah satu masalah utama bagi Indonesia. Minimnya pendanaan yang dialokasikan untuk program ini merupakan salah satu penghambatnya.

Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 dan status layak investasi yang belakangan disandang oleh Indonesia seharusnya bisa menjadi stimulus untuk mengundang investor untuk berinvestasi, terutama di bidang infrastruktur. Infrastruktur penting karena erat kaitannya dengan daya saing produk Indonesia.
Saat ini peringkat daya saing Indonesia memiliki peringkat yang masih bisa dikatakan baik, yaitu peringkat 44. Namun yang disayangnyan peringkat untuk infrastrukturnya, Indonesia masih berada jauh dibawah pada peringkat 82. Rasanya hal ini tak berlebihan apabila melihat kondisi infrastruktur yang ada di daerah, khususnya jalan dan jembatan.
Terjadinya beberapa insiden ataupun bencana infrastruktur dibeberapa daerah mulai dari runtuhnya Jembatan Kutai Kertanegara (Kukar), banyaknya jalan-jalan yang bolong antar daerah, jumlah pelabuhan yang masih minim, menunjukan betapa buruknya manajemen pengelolaan infrastruktur pemerintah negeri ini. Tersedianya fasilitas dan sarana-prasarana yang merata di seluruh wilayah akan mempercepat terciptanya keseimbangan pemerataan pembanguan di daerah.
Dengan adanya keterbatasan infrastruktur tersebut akan menyebabkan terjadinya gangguan dalam distribusi barang dan jasa dari pihak produsen ke pihak konsumen di daerah-daerah. Dampaknya implikasi ongkos yang dikeluarkan perusahaan menjadi lebih mahal. Perusahaan di Indonesia mengeluarkan biaya transportasi sekitar 30 persen dari total biaya produksi, coba kita bandingkan dengan negara kompetitor. Misalnya, China hanya mengeluarkan sekitar 12 persen dari total biaya produksinya.
Didik J. Rachbini yang saat ini sebagai Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Kamar Dagan dan Industri Indonesia mencacat bahwa realisasi belanja infrastruktur 2011 masih belum maksimal. Hingga akhir 2011, belanja ingrastruktur pemerintah Cuma Rp 32,7 triliun atau 2 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara.
Bahkan akhir-akhir ini Bank Pembanguna Asia (Asian Development Bank/ADB) menilai pemerintah Indonesia saat ini terlalu irit dalam mengalokasikan anggarannya untuk infrastruktur dibandingkan dengan zaman Orde Baru. Anggaran infrastruktur saat ini masih kurang dari 4-5 persen dari PDB Indonesia.
Namun, dengan batalnya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) per 1 April kemarin mendatangkan sedikit masalah tersendiri bagi pemerintah. Kalaupun BBM bakal naik pada tanggal tersebut maka dana untuk pengembangan infrastruktur akan meningkat. Tetapi, yang terjadi justru sebaliknya. Harga BBM batal naik, yang kemudian terjadi adalah pemerintah harus memperketat pengeluarannya agar anggaran fiskal tetap sehat.
Indonesia pada tahun ini akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Asia Pacific Ministerial Conference on Sustainable and Inclusive Infrastucture Development 2012 (APMC-SIID`12). Kegiatan ini akan bersamaan dengan Indonesia International Infrastucture Conference and Exhibition 2012 (IICE`12) di Jakarta Convention Center dari 2-5 Mei 2012.
Seharusnya konferensi tersebut bisa digunakan secara maksimal oleh pemerintah Indonesia untuk memperkenalkan peluang investasi penting yang ada kepada sektor bisnis, para ahli dan pemerintah dari berbagai negara di kawasan Asia Pasifik.
Menurut Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Suryo Bambang Sulisto, dana yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia senilai Rp. 1.786 triliun. Rinciannya, Rp 681 triliun untuk listrik dan energi, Rp 339 triliun untuk jalan raya, Rp 326 triliun untuk rel kereta api, serta Rp 242 triliun untuk teknologi informasi dan komunikasi.
Sedangkan menurut Badan Perencanaan Pembangunan nasional (Bappenas), tahun ini pemerintah Indonesia menyiapkan dana sebesar Rp 204,7 triliun (US $ 22,3 miliar) dalam program pembangunan infrastruktur. Nilai ini sejalan dengan target untuk mengalokasikan minimal 3 % dari total Gross Domestic Product (GDP).
Yang sedikit membahagiakan adalah hari ini (12/04/2012), Indonesia terpili menjadi negara favorit untuk berinvestasi. Kesimpulan ini berdasarkan hasil survey yang dilakukan Dewan Penasehat Bisnis ASEAN (ASEAN Business Advisory Council/ABAC). Diikuti oleh Vietnam yang menduduki posisi kedua, kemudian Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Survei ABAC ini juga mengukur tingkat ketertarikan investasi suatu negara dalam skala 0-10. Indonesia juga meraih nilai tertinggi yaitu 6,68. Diikuti oleh Vietnam yang mendapat nilai 6,29. Sementara singapura mendapat nilai 6,07. Kemudian Thailand dan Malaysia yang masing-masing mendapat nilai 6,04 dan 5,69.
Untuk itulah sudah menjadi tanggung jawab kita bersama untuk terus membangun infrastruktur guna menjalankan roda perekonomian yang ada. Hal ini tentu membutuhkan peranan pemerintah sekaligus swasta. Selain itu pemerintah diharapkan mempu memperkuat peranannya dalam hal kepastian usaha, jaminan, tanah dan perizinan. Semua itu harus cepat diselesaikan agar iklim investasi menjadi lebih baik kedepannya.

  


DAFTAR PUSTAKA :



Tiada ulasan:

Catat Ulasan