Oleh : Toni
Prasetyo Utomo
Gambar : korangorontalo.com |
Jagung merupakan tanaman
yang sangat familiar di sebagian besar masyarakat Indonesia. Jagung yang
mempunyai nama keren Zee Mays L ini
merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan
padi. Penduduk beberapa daerah di Indonesia juga memanfaatkan jagung sebagai
alternatif sumber pangan, misalnya daerah Madura dan Nusa Tenggara. Seiring
dengan perkembangan teknologi, saat ini banyak beredar jenis jagung.
Indonesia merupakan salah
satu diantara sepuluh besar negara penghasil jagung dunia dengan produksi
sebesar 13 juta ton(2010) per tahun. Saat ini pasar jagung dunia dikuasai oleh
dua negara yang perekonomiannya sangat kuat, yakni Amerika Serikat (AS) dan
Tiongkok. Dua negara ini mampu memenuhi kebutuhan dalam negerinya dan kemudian
mengekspor sisa dari produksinya yang cukup tinggi. Negeri paman sam mengolah
79,3 juta hektar lahan untuk tanaman jagung. Sedangkan Tiongkok menanam jagung
dengan luas lahan kurang lebih 74,3 juta hektar.
Dalam kurun waktu lima
tahun terakhir, sekitar 60 persen dari total 786 juta ton produksi jagung dunia
dihasilkan oleh AS dan Tiongkok. Rata-rata ekspor pertahun AS mencapai 52 juta
ton per tahun. Sementara itu Tiongkok mampu meningkatkan volume ekspornya
mencapai 15,2 juta ton. Kedua negara ini mampu memafaatkan produksi jagung
untuk perkembangan perekonomiannya. AS dan Tiongkok memanfaatkan paling tidak 6
juta ton produksi jagung mereka untuk keperluan industri pakan ternak. Sebagian
besar sisanya untuk pengembangan bahan bakar nabati etanol. Tahun lalu, AS dan
Tiongkok merupakan negara yang masuk dalam lima besar negara produsen terbesar etanol
dunia.
Kondisi seperti diatas
sangat berbanding terbalik dengan Indonesia. Meskipun produksi jagung dalam
negeri mengalami kenaikan dalam beberapa tahun terakhir dan ada sedikit ekspor,
tetapi kita masih melakukan impor jagung dalam waktu yang bersamaan. Data
Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) menyebutkan, antara tahun 2005 dan
2001 Indonesia mengimpor sedikitnya 1 juta ton per tahun. Impor jagung lebih
banyak digunakan untuk kebutuhan pakan ternak.
Ada beberapa masalah yang
perlu mendapat perhatian lebih dari kita. Pertama, komoditas jagung belum
menjadi komoditas utama untuk dikembangkan. Sistem pola tanam jagung bergantian
dengan tanaman padi. Petani akan menanam jagung apabila mereka memiliki waktu,
biaya, dan tenaga yang lebih setelah mereka menanam padi. Data Badan Pusat
Statistik (BPS) menunjukkan bahwa separuh dari total areal produksi jagung 3,87
juta hektar di Pulau Jawa menggunakan pola sistem tanam bergantian ini.
Pada Tahun 2009, Jawa
Timur merupakan produsen jagung terbesar di Indonesia dengan produksi mencapai
5,1 juta ton dengan luas lahan 1,2 juta hektar. Di ikuti oleh Jawa Tengah
dengan produksi mencapai 2,1 juta ton dengan luas lahan 648 ribu hektar. Point
penting yang perlu dicermati adalah produktivitas tanaman. Dengan lahan yang
semakin berkurang maka produksi jagung kedepan akan sedikit mengalami ganjalan.
Kedua, manajemen stok
jagung yang belum tertata. Kemampuan petani dalam pengadaan sarana produksi
juga disertai penerapan teknologi budi daya yang masih rendah. Demikian pula
dengan penanganan pasca panen. Sampai saat ini mutu jagung di tingkat petani
pada umumnya kurang memenuhi persyaratan kriteria mutu jagung yang baik, karena
tingginya kadar air dan banyaknya butir rusak. Ketika menyimpan jagung pipil
untuk waktu lama, akan terjadi kehilangan sekitar 9,6 - 20,2 persen karena
serangan tikus dan jamur. Jagung pipil berkadar air 9,6 persen yang disimpan
dalam karung goni hanya tahan disimpan sampai 6 bulan dengan kerusakan 10,34
persen dan bila disimpan selama 8 bulan maka kerusakannya mencapai 34,01
persen.
Ketiga, tidak akuratnya
data yang dikeluarkan oleh BPS dengan apa yang terjadi di lapangan. Pemberitaan
mengenai para pengusaha yang tidak percaya pada data pangan BPS menyurut
perhatian publik. Menurut BPS, produksi jagung dalam bentuk pipilan kering
tahun 2011 diperkirakan sebesar 17,2 juta ton (ARAM III). Smentara itu, pada
saat yang sama, para pelaku industri ternyata harus mengimpor 3,5 juta ton
jagung dari luar negeri karena sulitnya memperoleh jagung produksi dalam
negeri. Padahal, kebutuhan jagung untuk industri pakan ternak hanya 6 juta ton.
Lemahnya pengelolaan
hingga pasca panen inilah yang berujung pada lemahnya pengembangan komoditas
jagung nasional. Untuk itu pemerintah harus terus meningkatkan perannya agar
produksi jagung kedepan bisa lebih maksimal. Para stake holder pertanian di daerah harus membimbing para petani
sehingga mampu memproduksi jagung dengan kualitas yang diinginkan pasar.
Pabrik pakan
ternak membutuhkan 6-10 juta ton jagung pipilan kering, sementara produksi
jagung mencapai 17 juta ton. Kalau saja angka BPS tersebut benar, maka impor
jagunng sesungguhnya tidak perlu lagi dilakukan. Masalahnya adalah bagaimana
mempertemukan pihak pengusaha pakan dengan para petani melalui perjanjian yang jelas
dan mengikat kedia belah pihak.
Secara garis
besar kegunaan jagung dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu bahan pangan, pakan
ternak dan bahan baku industri. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia,
jagung sudah menjadi konsumsi sehari‐hari. Biasanya jagung
dibuat dalam bentuk makanan seperti jagung, bubur jagung, jagung campuran
beras, dan banyak lagi makanan tradisional yang berasal dari jagung.
Bagi sebagian
besar peternak di Indonesia, jagung merupakan salah satu bahan campuran pakan
ternak. Bahkan di beberapa pedesaan jagung digunakan sebagai bahan pakan utama.
Biasanya, jagung dicampur bersama bahan pakan lain seperti dedak, shol’gum,
hijauan, dan tepung ikan. Pakan berbahan jagung umumnya diberikan pada ternak
ayam, itik, dan puyuh. Selain itu gaung juga digunakan untuk bahan baku
Industri. Di pasaran, banyak beredar produk olahan jagung. Bahkan di AS sudah
dimanfaatkan sebagai bahan
bakar nabati etanol. Produk olahan jagung tersebut
umumnya berasal dari industri skala rumah tangga hingga industri besar.
Oleh karea
itu, sudah sepatutnya pertanian jagung ini lebih dikembangkan lagi sebagai
salah satu komoditi ekspor Indonesia kenegara lain apabila kebutuhan nasional
sudah terpenuhi. Perbaikan dibeberapa masalah tadi harus dilakukan bukan hanya
oleh pemerintah saja melainkan juga para petani dan pengusaha pakan ternak yang terjun langsung
dalam kegiatan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Koran Kompas, Edisi
Jumat 25 Mei 2012.
Garutkab.go.id
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2012/04/21/data-bps-kemana-perginya-10-juta-ton-jagung-itu/